........Selamat Hari Jadi Kab. Nunukan ke 13 tgl 12 Oktober 2012.......

Kamis, 08 Januari 2009

Orean Pandak, Sorgum Unggul dari Tuban

Orean Pandak, Sorgum Unggul  dari Tuban

Oleh : Dian Kusumanto

Di beberapa wilayah Kabupaten Tuban Sorgum tidak asing lagi. Petani di Tuban menyebutnya sebagai tanaman Orean, wah keren juga namanya. Orean atau Sorgum ini ditanam layaknya Jagung, karena bentuk batang dan daunnya sangat mirip dengan Jagung. Ada juga petani yang menyebut sebagai Jagung Canthel. Jadi Orean dan Jagung Canthel adalah sama yaitu Sorgum kalau dalam bahasa Indonesia.

Sorgum di Tuban ditanam di daerah-daerah yang bergunung-gunung di ladang-ladang atau lahan kering yang sistem pengairannya belum ada. Sorgum masih mampu hidup dan berbuah meskipun tanaman lainnya seperti Jagung, Kacang Tanah tidak mampu. Sorgum mampu hidup karena sistem perakarannya lebih dalam dibanding Jagung, Kacang ataupun tanaman lainnya.

Menurut Pak Sogi petani di Desa Boto Kecamatan Semanding Tuban, ada setidaknya 3 (tiga) jenis Sorgum di Desanya. Petani disana menyebutnya Orean Teteg, Orean Benthung dan Orean Pandak. Orean Teteg dan Orean Pandak warna buahnyanya putih, sedangkan Orean Benthung warna buahnya Hitam demikian juga pada bagian batang dan tulang daunnya ada warna hitamnya.

Orean Teteg dan Orean Pandak rasanya agak manis. Orean Teteg buahnya mudah terlupas dan mudah rontok, serta hasil biji buahnya agak sedikit. Sedangkan Orean Pandak hasil biji buahnya lebih banyak atau bahkan paling banyak diantara 3 jenis Orean ini. Sedangkan Orean hitam si Orean Benthung ini mempunyai sifat yang berbeda yaitu biji buahnya paling susah dirontokkan dan paling susah dikupas kulitnya. Apabila ditumbuk Orean Benthung ini paling lama dan paling susah. Oleh karena itu yang paling populer dan disenangi petani adalah Orean Pandak, karena hasilnya paling banyak dan mudah ditumbuk dan tidak gampang rontok.

Di tingkat petani harga Orean glondongan, yaitu yang belum ditumbuk antara Rp 1.000 sampai Rp 1.500 per kg. Sedangkan harga Orean ang sudah terkelupas kulitnya atau sedring disebut beras Orean sekitar Rp 3.000 per kg. Di Tuban belum dikenal alat untuk pengolahan atau alat pecah kulit dan sosoh biji Sorgum ini. Ini yang menjadi kendala pengembangannya, karena petani merasa sangat berat kalau harus menumbuk dengan lumpang dan palu secara tradisional. Upah untuk menumbuk ini sudah mahal sehingga kalau harus diupahkan maka petani merasa rugi. Oleh karena itu pekerjaan menumbuk harus dilakukan sendiri oleh anggota keluarga sehingga petani tidak mengeluarkan biaya upah untuk menumbuk Sorgum.

Luas areal Sorgum ini tidak terlalu luas, karena petani memang tidak berorientasi sebagai komoditi yang dikembangkan besar-besaran. Keadaan ini disebabkan karena pengolahan paska panennya yang masih tradisional dan memerlukan biaya yang cukup besar sehingga belum ekonomis.  

Pengadaan alat pengupas Sorgum bagi masyarakat Tuban sangat diperlukan jika seandainya Sorgm akan dikembangkan lebih luas lagi. Seandainya alat itu ada, menurut Pak Sogi, maka petani akan senang mengembangkannya. Apalagi kalau ada yang menampung dengan harga yang cukup. Sekarang ini belum ada pedagang yang tertarik menjadikan komoditi perdagangan karena jumlahnya yang masih sedikit.

Sorgum sebenarnya bisa menjadi alternatif pada saat musim kemarau yang panjan terjadi dan keadaan iklim tidak menentu. Pada saat seperti itu komoditi lain seperti Jagung, Kacang-kacangan biasanya tidak sukses, maka Sorgum ini bisa diandalkan dan tetap masih dapat menghasilkan. Maka dari itu petani masih tetap menanam meskipun dalam jumlah yang tidak terlalu luas.

Sorgum banyak diolah menjadi bahan pangan berupa jajanan lokal seperti lopis, cenil, dll. Tepung Sorgum sebenarnya lebih bergizi dibandingkan Jagung ataupun beras ketan. Tepung Sorgum bersifat pulut karena mengandung gluten, yang sebenarnya berpotensi untuk bahan kue-kue dan bahkan roti. Tepung Sorgum bisa mensubstitusi Tepung Terigu untuk bahan pembuatan roti.  

Daun, batang dan biji buahnya semua bisa dijadikan bahan pakan yang sangat bermutu, lebih tinggi kandungan gizinya dibandingkan dengan Jagung. Bila untuk pakan ternak seperti sapi, kambing dan yang lainnya dapat berpengaruh lebih baik pada peningkatan produksi dagingnya. Artinya Sorgum akan sangat menguntungkan untuk berternak Sapi, Kambing, Kerbau dan lain-lain.

Bisa dikatakan Orean Pandak adalah jenis Sorgum yang banyak ditanam di Tuban dan dianggap yang paling unggul di daerah Tuban.  Bagaimana menurut Anda?


Jumat, 02 Januari 2009

Mengawal Kebijakan Nasional Sektor Pertanian


Mengawal Kebijakan Nasional Sektor Pertanian 

oleh : Dr. Iman Sugema (Anggota Dewan Penyantun PPSDMS Regional 5 Bogor)


Agriculture (pertanian) merupakan induk dari semua seni untuk menerapkan pengetahuan (mother of all arts). Karena pengetahuan yang dimiliki manusia harus dihadapkan dengan tanah dan lingkungan tempat kita hidup. Pengetahuan kita tidak hanya bersifat spekulatif untuk memuaskan rasio, namun harus dipastikan bermanfaat untuk pengembangan kualitas hidup manusia. Penguasaan teknologi sebagai derivasi dari pengetahuan juga harus dikawal agar memberi kontribusi positif bagi pemantapan eksistensi manusia. Bukan sebaliknya, pengetahuan dan teknologi dapat menggeser harkat kemanusiaan sebagaimana terjadi di dunia modern. Kemajuan di dunia pertanian menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda yang akan berperan sebagai pemimpin masa depan.

Sektor pertanian dalam konteks pembangunan nasional dapat dikembangkan dan harus didukung sepenuhnya dari luar. Tak bisa hanya mengandalkan inisiatif dari dalam (struggle from within). Karena kita tahu bahwa kondisi petani amat rentan dan lahan pertanian yang tersedia semakin kritis, kalah bersaing dengan pertumbuhan industri dan pemukiman manusia. Padahal, kita sering menyebut diri sebagai bangsa agraris. Apakah lahan pertanian kita cukup luas dan atraktif untuk mengakomodasi tenaga kerja baru? Apakah produktivitas pertanian kita cukup andal untuk mendukung ketahanan pangan nasional? Pertanyaan-pertanyaan fundamental itu perlu dijawab oleh mereka yang bercita-cita untuk mengembalikan masa kejayaan sebagai bangsa agraris.

Patut diingat, di era globalisasi saat ini sesungguhnya ada tiga industri yang memiliki prospek paling terbuka di masa mendatang, yaitu industri makanan (food), bahan bakar (energy), dan keuangan (finance). Ketiga bidang inilah yang menguasai hajat hidup manusia sedunia. Industri makanan kita lihat bisa tetap eksis, meskipun krisis ekonomi datang bertubi-tubi. Para pedagang informal di pelosok kota kebanyakan bergerak di bidang penjualan makanan, minuman dan camilan (food and beverage). Kenaikan harga pangan dunia, seperti beras dan jagung, menimbulkan kegelisahan di berbagai negara karena ketersediaan pangan sangat mempengaruhi kelangsungan sebuah rezim pemerintahan.

Komoditas lain yang sangat strategik adalah energi. Kini negara-negara di seluruh dunia sedang mengalami paranoia akibat kelangkaan energi berbahan bakar fosil (minyak bumi). Harga minyak dunia telah mencapai titik psikologis US$ 100 per barrel, bahkan ada yang meramalkan akan menembus angka US$ 200 per barrel. Karena itulah, sejumlah negara kemudian mencari energi alternatif, antara lain biofuel. Akan tetapi, tindakan itu akan membuahkan resiko terjadinya kelangkaan komoditas pangan atau kerusakan lingkungan, karena biofuel dihasilkan dari pengolahan getah jarak atau minyak kelapa sawit, atau singkong dan jagung yang menjadi bahan dasar ethanol.

Dalam sektor keuangan, Indonesia pernah menelan pil pahit di masa krisis 1997. Sampai sekarang tampaknya pemegang otoritas keuangan belum belajar banyak untuk membangun fundamental ekonomi yang benar-benar kokoh. Kita sebenarnya memiliki tingkat tabungan (saving) yang cukup tinggi di dunia, yakni sekitar 37%. Artinya, negara kita tidak bisa dibilang kekurangan uang, namun pemerintah salah dalam mengelola uang. Banyak sektor nonproduktif yang dibiayai negara, sementara sektor yang berhubungan langsung dengan penguatan ekonomi rakyat sering terabaikan. Lihat saja, kredit yang mengalir deras untuk menyelamatkan dunia perbankan berupa Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang akhirnya macet. Sementara kredit yang disalurkan kepada petani dan nelayan miskin atau usaha kecil dan menengah (UKM) tak seberapa besar, dengan birokrasi yang berbelit-belit.

Keuangan negara juga tersedot habis untuk membiayai gaya hidup para pejabat tinggi di tingkat pusat dan daerah. Tanpa rasa malu mereka memenuhi seluruh fasilitas pejabat, mulai dari pakaian, perumahan, dan kendaraan, sementara jutaan rakyat miskin menanti kematian karena kelaparan atau kekurangan gizi. Salah urus keuangan negara harus segera dihentikan dan diperbaiki, bila tak ingin negara ini mengalami kebangkrutan karena pemborosan belanja elite penguasa. Lalu, dengan alasan anggaran yang terbatas, maka rakyat harus berkorban dengan pengurangan subsidi dan fasilitas minim di bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur publik. Ironi besar di tengah negeri yang konon “gema ripah loh jinawi”.


Kita harus mengantisipasi kemungkinan krisis pangan di masa datang, sebab komoditas pangan saat ini diperebutkan oleh sekurang-kurangnya tiga sektor lain, yakni untuk pangan manusia (food), pakan hewan (feed), dan energi minyak (fuel). Untuk itu diperlukan kebijakan ketahanan pangan yang konsisten dengan basis kebijakan nasional di sektor pertanian. Produksi padi nasional tahun 2008, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan 58,2 juta ton GKP. Sementara Departemen Pertanian memproyeksikan produksi hanya 54,4 juta ton GKP. Perbedaan data seperti itu acap terjadi, sehingga mempengaruhi kebijakan yang akan ditempuh pemerintah.

Sementara itu, konsumsi beras nasional diperkirakan 2,6 juta ton per bulan atau sekitar 31,2 juta ton per tahun. Dengan kata lain, kita mengalami surplus beras, tapi mengapa masih terdengar di sejumlah daerah ada rakyat yang makan nasi aking atau bahkan menemui kematian karena kelaparan? Berarti ada masalah dengan manajemen produksi dan distribusi pangan yang tidak merata di seluruh Tanah Air. Juga, ada problem diversifikasi pangan yang lamban, sementara tidak semua penduduk Indonesia saat ini memakan beras.

Banyak orang menganggap bahwa masalah pertanian ialah karena pendidikan petani yang rendah. Tetapi kenyataannya kita melihat, saat keluarga petani diberi pendidikan tinggi, malah tidak ada yang mau jadi petani. Karena anak-anak petani gengsi untuk melanjutkan profesi keluarganya yang terkesan kumuh. Kita harus mengubah citra pertanian yang buruk itu. Menjadi petani juga bisa makmur dan sejahtera, termasuk pilar penting kemakmuran bangsa. Mengubah citra petani memerlukan kebijakan radikal dalam reforma agraria dan keuangan nasional, sehingga revitalisasi pertanian bukan sekadar kata-kata.

Masalah pertanian kita memang karena sebagian besar petani memiliki pendidikan setingkat SD ke bawah, yakni sebesar 67%. Sehingga alih teknologi sangat sulit dilakukan. Tetapi, kita harus terus memacu semangat dan bangga terhadap dunia pertanian, karena inilah masa depan sesungguhnya bagi bangsa kita. Nenek-moyang kita adalah petani yang menghidup-suburkan negeri ini.

*) Disarikan dari ceramah umum yang disampaikan dalam seminar kepemimpinan “Boost Your Leadership Skill” di kampus IPB, pada 20 April 2008

Sumber :  http://ppsdms.org/mengawal-kebijakan-nasional-sektor-pertanian.htm

Pemanfaatan Ampas Singkong Menjadi Makanan Bernilai Gizi

Pemanfaatan Ampas Singkong Menjadi Makanan Bernilai Gizi

by vidya eka y

Filed under: Agro TechnoPark, Ekologi Pekarangan, Tek. Pengelolaan Limbah  


Singkong

Singkong atau tapioka merupakan bahan pangan yang banyak diproduksi di Indonesia. Indonesia termasuk sebagai negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) setelah Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton) dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun.


Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.

Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya.



Selama ini orang hanya memanfaatkan daging singkong sebagai bahan pangan, namun limbahnya tidak diolah kembali. Bagi kebanyakan orang limbah tapioka hanyalah sampah dan polutan yang mencemari lingkungan. Limbah tapioka oleh para petani hanya digunakan sebagai pakan ternak atau dibuang begitu saja ke sungai atau parit-parit. Hal tersebut dapat membahayakan lingkungan karena dapat merubah kandungan oksigen di air menjadi berkurang.

Dengan inovasi teknologi yang diterapkan, limbah tapioka ini dapat diolah lebih lanjut dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan produk nata yang berbahan dasar ampas singkong. Dimana Indonesia merupakan penghasil singkong terbesar ketiga di dunia (13.300.000 ton/tahun). Sehingga untuk ketersediaan bahan baku, nata dari ampas singkong ini tidak akan menjadi masalah. Seperti nata de coco, yang selama ini telah beredar di pasaran dan banyak digemari masyarakat, diharapkan produk nata dari ampas singkong ini dapat menjadi sumber alternative bahan pangan untuk masyarakat dengan penciptaan nilai tambah pada limbah tapioca yang sangat berlimpah daripada hanya dibuang begitu saja ke lingkungan atau hanya digunakan sebagai pakan ternak saja.


Nata merupakan produk fermentasi dari bakteri Acetobacter xylinum yang berupa lembaran selulosa dari pengubahan gula yang terdapat pada substrat (umumnya air kelapa tetapi dapat pula dari bahan lain) menjadi pelikel selulosa. Nata ini kandungan utamanya adalah air dan serat sehingga baik untuk diet dan sering digunakan dalam pembuatan dessert atau sebagai tambahan substansi pada koktail, es krim dan sebagainya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan nata di antaranya adalah bakteri, gula dan nitrogen, selain itu harus pula diperhatikan suhu dan pH serta jangan tergoyanng agar pembentukan pelikel berlangsung baik.


Bakteri Acetobacter xylinum adalah bekteri Gram negatif yang dapat mensintesis selulosa dari fruktosa. Selulosa ini memiliki pori melintang pada kristal mini glukan yang kemudian terkoalisi ke dalam mikrofibril. Cluster mikrofibril yang ada dalam struktur senyawa yang terbentuk seperti pita-pita dapat diamati secara langsung dengan menggunakan mikroskop. Acetobacter xylinum merupakan suatu model sistem untuk mempelajari enzim dan gen yang terlibat dalam biosintesis selulosa. Jumlah inokulum yang diberikan 10 – 20 % dari bakteri umur 6 hari

Pembuatan nata dari ampas singkong ini memerlukan serangkaian proses. Proses pertama adalah pemarutan singkong, singkong yang telah dikupas dan dicuci bersih kemudian diparut. Hasil parutan singkong ini kemudian dilarutkan ke dalam air untuk mendapatkan pati singkong. Dari hasil perasan singkong kemudian didapatkan pati singkong. Ampas singkong kemudian diambil dan difermentasi. Hasil fermentasi ampas singkong atau tapioca ini kemudian ditutup untuk meminimalkan kontak dengan udara dan didiamkan selama sepuluh hari. Produk nata ini siap untuk dikonsumsi.

Setiap satu kilogram ampas singkong, setelah diproduksi menjadi lima kilogram lembaran nata. Selain bernilai ekonomis, produk nata dari singkong baik untuk kesehatan. Produk nata yang dihasilkan berserat tinggi, sehingga dapat membantu melancarkan pencernaan. Namun, pembuatan nata ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk hidrolisis karbohidrat menjadi gula melalui proses fermentasi. Produk nata dari singkong ini mengandung gula 5-7 % sehingga tidak diperlukan penambahan gula kembali. Selama ini pembuatan nata de coco masih membutuhkan penambahan gula, sehingga untuk skala produksi nata dari ampas singkong ini lebih ekonomis dan efisien. Selain itu nata yang dihasilkan lebih kenyal, tebal dan lebih putih.

Upaya pengolahan ampas singkong menjadi suatu makanan bernilai gizi ini dapat membantu mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah atau proses samping dari singkong yang selama ini hanya dimanfaatkan oleh petani sebagai pakan ternak atau dibuang begitu saja ke sungai atau parit. Selain itu upaya pengelolaan ampas singkong ini dapat menghasilkan produk makanan yang benilai gizi bagi masyarakat

  

Mengebor Bensin di Kebun Singkong

    
  
Mengebor Bensin di Kebun Singkong

Tujuh tahun terakhir Zaenai Arifin rutin mengolah 1,5 ton singkong segar per hari menjadi keripik. Hasilnya 600kg keripik iajuaike beberapa daerah di Pulau Jawa, Bali, dan Lampung. Selain keripik, singkong juga sering diolah menjadi tapai. Begitulah secara turun-temurun anggota famili Euphorbiaceae itu dimanfaatkan. Namun, setahun terakhir singkong juga mengisi tangki-tangki motor dan mobil. Kendaraan itu melaju dengan bahan bakar singkong

Singkong diolah menjadi bioetanol, pengganti premium.

Menurut Dr Ir Tatang H Soerawidjaja, dari Tcknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB), singkong salah satu sumber pati. Pati senyawa karbohidrat kompleks. Sebelum difermentasi, pati diubah menjadi glukosa, karbohidrat yang lebih sederhana. Untuk mengurai pati, perlu bantuan cendawan Aspergillus sp. Cendawan itu menghasilkan enzim alfamilase dan gliikoamilase yang berperan mengurai pati menjadi glukosa alias gula sederhana. Setelah menjadi gula, bam difermentasi menjadi etanol.

Lalu bagaimana cara mengolah singkong menjadi etanol? Berikut Langkah-langkah pembuatan bioetanol berbahan singkong yang dilerapkan Tatang H Soerawidjaja. Pengolahan berikut ini berkapasitas 10 liter per hari.

1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapal dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil.

2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku

3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless si eel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100″C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.

4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong. perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebclum digunakan, Aspergilhis dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati

5. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum difermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17—18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces unluk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebth tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.

6. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob alias tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28—32″C dan pH 4,5—5,5.

7.  Setelah 2—3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6—12% etanol

8.  Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyaring endapan protein.

Meski telah disaring, etanol masih bercampurair. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78″C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 100°C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.

Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 100″C. Pada suhu ilu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dieampur denganbensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120— 130 lifer bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek

sumber : http://www.indobiofuel.com/cara%20membuat%20bioethanol%20singkong.php