........Selamat Hari Jadi Kab. Nunukan ke 13 tgl 12 Oktober 2012.......

Selasa, 30 Desember 2008

Investor Korea Akan Bangun Pabrik Bioetanol di Makassar

Investor Korea Akan Bangun Pabrik Bioetanol di Makassar
 

Kapanlagi.com - Energie Envaiment Engineering (EN3) dari Korea Selatan, awal tahun 2007 akan mulai membangun pabrik Bioetanol di enam kabupaten di Sulawesi Selatan dengan investasi triliunan rupiah. 

Presdir EN3, Park Chang Ho usai melaporkan rencana investasi itu kepada Wagub Sulsel Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Rabu, mengatakan, investasi yang memanfaatkan fasilitas PMA ini dibangun di Kabupaten Enrekang, Barru, Pinrang, Sidrap dan Parepare, setelah nota kesepahaman (MoU) dengan pemerintah provinsi dan kabupaten ditandatangani belum lama ini. 

Chang Ho belum merinci berapa besar kapasitas pabrik dan nilai investasi yang akan ditanamkan, namun mengatakan, investasinya bernilai triliunan rupiah. 

Produk pabrik bioetanol ini memiliki multi fungsi untuk kepentingan industri bidang kesehatan yang bermanfaat tidak hanya pada manusia melainkan juga pada sektor pertanian, perkebunan dan sektor-sektor lainnya. 

Karena itu, dukungan dari pemerintah dan masyarakat setempat diperlukan supaya keberadaan pabrik tersebut sejalan dengan keinginan pengelola dalam memenuhi permintaan konsumen yang cukup banyak. 

"Kami segera akan mewujudkan pembangunan fisik pabrik tersebut sebagai bukti keseriusan perusahaan mengembangkan usaha yang pertama kali di luar Jawa ini," katanya. 

Wakil Gubernur Syahrul Yasin Limpo mengatakan, pemerintah akan mengawal perusahaan tersebut demi untuk kepentingan masyarakat banyak, tidak hanya rakyat Sulsel tetapi juga provinsi tetangga seperti Sulawesi Barat dan Sultra dan Sulteng. 

"Pemprov Sulsel menyambut baik pembangunan pabrik bioetanol ini dan berharap realisasi fisiknya segera dilaksanakan," ungkapnya seraya menyatakan, Sulawesi Selatan cukup kondusif untuk berinvestasi di semua sektor.  

(Berita ini sudah lama, yaitu 13 September 2006, namun mudahan dapat menjadi referensi untuk evaluasi bersama.)

Pabrik Bio-Ethanol Berbasis UKM Dioperasikan Di Kebumen

Pabrik Bio-Ethanol Berbasis UKM Dioperasikan Di Kebumen

BERITA - regional.infogue.com - KEBUMEN, SENIN - Pabrik pengolahan bio-ethanol berbasis usaha kecil menengah (UKM) mulai dioperasikan di Desa Munggu, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Senin (26/5). Pabrik yang dijalankan oleh PT Bio Prima Energi Mandiri itu dapat menghasilkan 3.000 liter bio-ethanol setiap harinya dengan menggunakan bahan baku tebu, jagung, dan singkong.


Direktur Utama PT BPEM Dani Hidayat mengatakan, untuk saat ini hingga Juni mendatang pihaknya masih menggunakan bahan baku tebu yang dipasok dari Perkebunan Pabrik Gula Madukismo di Yogyakarta. "Baru bulan Juni besok, kami akan menggunakan jagung sebagai bahan baku bio-ethanol. Saat ini kami masih menggunakan tebu yang sudah jelas pasokannya dari Madukismo," katanya.

Bahan baku pembuatan bio ethanol itu, lanjutnya, bisa berganti-ganti sesuai persediaan yang ada di pertanian. Namun untuk Kebumen, diupayakan akan menggunakan jagung secara optimal. "Kalau tebu sudah tak panen, bisa diganti dengan jagung. Begitu juga kalau jagung dan tebu sedang tak panen, bisa digantikan dengan singkong," katanya.

Dalam sambutannya, Bupati Kebumen, Rustriningsih, mengatakan, Kebumen memang memiliki potensi yang cukup besar untuk pertanian jagung. Setiap tahun, jumlah panen jagung di seluruh Kebumen mencapai 27.000 ton, sedangkan untuk Kecamatan Petanahan sendiri berkisar 3.262 ton.  

Selain jagung, wilayah Kebumen bagian utara juga memiliki potensi pertanian singkong yang cukup luas. "Karenanya, kami mengharapkan agar pabrik ini tak hanya menggunakan bahan baku jagung, tetapi juga singkong. Dengan demikian, perekonomian masyarakat petani di Kebumen bisa meningkat," katanya.

Dikatakan Dani, setiap hari pabrik yang dikelolanya membutuhkan 5 ton jagung per hari atau 1.500 ton jagung setiap tahunnya. "Karena itu meskipun hanya berbasis UKM, pabrik kami dapat menyerap tenaga kerja hingga 1.200 orang dari kalangan petani. Sebaliknya tenaga kerja yang mengoperasionalkan pabrik hanya 23 orang, dan seluruhnya dari Kebumen," katanya.

Namun sejauh ini, menurut Direktur Marketing PT BPEM Sugeng Haryanto, produksi bio-ethanol masih dipasok untuk kebutuhan PT Pertamina karena kadarnya baru mencapai 85 sampai 90 persen. Setiap liternya dijual seharga Rp 5.500. "Setelah diolah di Pertamina, bio-ethanol itu akan menjadi bensin sekelas premium hingga pertamax," katanya.

Selain PT Pertamina, lanjutnya, PT BPEM juga mengolah bio-ethanol menjadi bensin siap pakai di dua unit pabrik serupa di Jakarta. "Dua unit pabrik di Jakarta sudah bisa mengolah bio-ethano menjadi bensin, namun kapasitas produksinya masih kecil sekitar 2.000 liter per hari," ujarnya.

Untuk bio-ethanol setara minyak tanah pun, menurut Sugeng, sebetulnya pihaknya sudah dapat memproduksinya. "Penggunaannya jauh lebih irit dibandingkan minyak tanah, dan bahkan kompornya pun sudah disediakan. Produknya berupa bio-ethanol gel. Penggunaan untuk setiap 200 cc bio-ethanol, setara dengan satu liter minyak tanah. Hanya hingga saat ini, kami masih menunggu ketetapan harga dari pemerintah," tuturnya

Pabrik Bio-etanol Terbesar Siap Dibangun

Pabrik Bio-etanol Terbesar Siap Dibangun

(Sumber : TEMPO Interaktif, Bandung, Selasa, 2008 Januari 01)

Produsen bio-etanol dari Korea Selatan, LBL Network Ltd menandatangi nota kesepahaman dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Kuningan, Subang, Sumedang, dan Indramayu untuk membangun pabrik pemroses ubi kayu menjadi bio-etanol di Jawa Barat. Bio-etanol merupakan bahan campuran untuk premium.Pemerintah Jawa Barat akan memfasilitasi masyarakat di Kuningan, Subang, Sumedang, dan Indramayu menanam ubi kayu sepsies Manihot Esculanta Trans.

Empat daerah ini menjadi basis penanaman ubi. "Proyek ini untuk mengembangkan industri bio-etanol," kata Presiden & CEO LBL Network Co. Ltd. Kang Yong Soo di Bandung pada Kamis (30/11). Dalam operasinya, perusahaan Korea Selatan ini menggandeng PT Mitra Sae International sebagai pelaksanaka joint operation pengembangan pabrik bio-premium. Bahan ini merupakan hasil campuran antara Premium dan 5 persen etanol dari bahan baku ubi kayu. Menurut Direktur PT Mitra Sae International Tony Firmansyah, pabrik yang dibangun memiliki kapasitas produksi 200 juta liter etanol per tahun. Lokasinya di sekitar Indramayu, Sumedang, atau Subang.

Total investasi, termasuk working capital mencapai 100 juta dolar Amerika. “Ini industri bio-etanol terbesar di Indonesia,” katanya. Untuk mencapai target produksi itu, kata dia, dibutuhkan bahan baku ubi kayu segar sebanyak 1,2 juta ton per tahun. Lahan untuk menghasilkan ubi kayu segar itu diperkerikan sekitar 23 ribu hektare. Tapi, untuk menjaga kelangsungan produksi ubi kayu dibutuhkan lahan seluas 50 ribu hektar. Wakil Gubernur Jawa Barat Nu'man Abdul Hakim meminta empat daerah tadi tidak menggunakan lahan produktif untuk menanam ubi kayu. "Jangan melakukan alih fungsi lahan produktif ke ubi," katanya.

Penyediaan lahan akan memakai konsep inti plasma yakni masyarakat dilibatkan menanam ubi dan bukan dengan membebaskan lahan. Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa Barat Asep S Abdie meminta lahan untuk ubi kayu berada di tanah landai. Selain itu pola penanaman ubi harus dengan cara diselang agar tidak merusak tanah. ahmad fikri

Sorgum Diminati Banyak Negara

   

Sorgum Diminati Banyak Negara 

  
”BERTANI sorgum cocok bagi mereka yang malas, tapi ingin cepat kaya. Cukup sekali tanam, bisa panen seumur hidup,” demikian tandas Dedi A. R. Natadiredja (45), seorang petani sorgum dari Ciwidey Kab. Bandung. 

Perjalanan hidup Dedi hingga menjadi seorang petani sukses berkat binaan Batan, tidak mudah. Awalnya ia hanyalah seorang petani biasa. Mulai bertani padi, sayuran, buah-buahan, dan lain-lain sudah ia coba, tapi hasilnya tetap minim. 

Namun, Dedi pantang menyerah. Satu demi satu kantor Dinas Pertanian ia kunjungi untuk mencari solusi, tapi tidak ada yang menjanjikan. Hingga suatu waktu sebuah penyuluhan menjadi pintu bagi kesuksesan Dedi. Pada pertengahan tahun 1999, di desanya ada penyuluhan tentang pengendalian hama melalui teknologi nuklir. 

Dedi kian penasaran. Demi keluarga, ia berjalan menyusuri jalanan di Kota Bandung. Kantor-kantor pemerintahan, hingga perguruan tinggi ia datangi untuk mencari tahu soal informasi tanaman dengan tenaga nuklir. ”Istilahnya mah, saya jalan kaki sampai sandal putus, dan sepatu tipis,” ucapnya. 

Pada awal tahun 2000, ia sampai ke Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Teknik Nuklir BATAN di Jln. Tamansari No. 71 Bandung. ”Saya waktu itu bertemu dengan Pak Darsono. Beliau bilang, kedatangan saya sangat tepat karena BATAN akan mengadakan pelatihan mengenai pertanian berbasis teknologi nuklir,” kisah Dedi.

**

DALAM pelatihan itu, Batan menawarkan sebuah bibit padi hasil pemanfaatan teknologi nuklir. Bibit itu adalah varietas unggul padi yang dinamai Cilosari. Bibit itu akan menghasilkan secara maksimal bila ditanam di lahan dengan ketinggian maksimal 700 meter di atas permukaan laut (dpl). 

Walau lahan tanam milik Dedi berada di ketinggian sekira 1.200 meter dpl, ia tetap saja mengambil tawaran tersebut. ”Saya waktu itu ditertawakan peserta lain, karena mereka mengatakan tidak mungkin bisa berhasil di lahan saya. Tapi, saya mah lempeng wae. Saya yakin bibit itu bisa membawa kemakmuran bagi saya sekeluarga,” tutur Dedi mengenang. 

Benar saja, bibit itu sukses ditanamnya. Dari bibit seberat 21 kg, yang ditanam di lahan seluas 1 hektare, bisa menghasilkan padi 6,2 ton. ”Hebatnya lagi, saya memanennya setelah masa tanam 112 hari. Sementara padi lokal biasanya baru bisa dipanen sekira 7 bulan setelah ditanam. Dan itupun hanya 4 ton,” katanya. 

Ia lalu menyampaikan hal itu kepada Mugiono, seorang yang turut menjadi pemulia bibit Cilosari di Puslitbang Batan. Mugiono seakan tidak percaya dengan kisah kesuksesan Dedi. Untuk membuktikannya, Mugiono bahkan datang langsung ke lahan pertanian Dedi di Ciwidey. 

Sejak itulah, Dedi makin mantap bahwa melalui nuklir ia bisa sukses dalam pertanian. Ia lalu mendaftarkan diri sebagai mitra kerja Batan, pada tanggal 20 November 2000.

Baru pada tahun 2002, ia dikenalkan dengan bibit sorgum yang saat itu masih dalam tahap penelitian. Dedi tertarik untuk menanamnya. Sebanyak 250 gram bibit sorgum yang masih dalam galur murni, ia tanam di sepetak lahan kecil di halamannya. Hasilnya, dalam tempo kurang dari 4 bulan, bisa menghasilkan biji sorgum berkilo-kilo.

Terpukau panen yang diperoleh, ia lalu mengenalkan sorgum kepada kelompok ”Tani Mukti” di desanya. Puluhan petani yang tergabung dalam kelompok tani itu pun berminat untuk mencoba. Ia pun memberikan bibit sorgum kepada para petani. Dalam hitungan 4 bulan, para petani itu panen sorgum dengan total mencapai 5 kuintal.

Di saat itulah Dedi tersandung. Para petani binaannya itu mengeluh tentang pengolahan biji sorgum yang dipanen, bahkan terkesan kecewa. Para petani meminta ganti rugi kepada Dedi. ”Mereka bilang, tanaman itu hanya daun dan batangnya yang berguna untuk pakan ternak,” ujar Dedi. 

Untuk membayar ganti rugi tersebut, Dedi terpaksa menjual mobil Daihatsu Ferozanya Rp 22 juta. Dan biji-biji sorgum itu disimpan di gudang. Tapi karena diletakkan begitu saja, sorgum itu pun dirusak oleh hama hingga menjadi seperti tepung.

Namun cobaan itu bukan halangan baginya untuk terus maju. Justru dari hama itulah ia mendapat jalan. Sorgum yang telah jadi tepung itu, diolah oleh Dedi bersama istrinya Ny. Yeti, menjadi sebuah penganan mirip dodol. ”Sebenarnya bisa juga dimasak seperti nasi. Tapi saya belum memiliki alat pengupas kulit biji sorgum,” katanya.

Yang lebih menakjubkan, ternyata kandungan gizi sorgum sangat tinggi. Dan itu ia buktikan sendiri. Penganan olahan dari tepung sorgum tersebut ia makan di pagi hari. ”Saya makan 3 potong sebesar lemper. Tapi anehnya hingga sore saya tetap kenyang. Baru makan lagi pukul 9 malam. Dari sana saya berkesimpulan bahwa sorgum ini memiliki kandungan gizi yang tinggi. Jadi satu porsi sorgum sama dengan 3 porsi besar nasi,” urai Dedi dengan semangat.

Dan memang, dari hasil kajian Puslitbang Batan, kandungan sorgum tak kalah dengan beras. Bahkan secara keseluruhan, kandungan nutrisi sorgum yang dalam bahasa latinnya Sorghum bicolor (l) moench itu, jauh lebih besar ketimbang beras.

Dari 8 nutrisi yang terkandung di sorgum dan beras, enam di antaranya diungguli oleh sorgum dengan selisih yang cukup besar. Kandungan protein, misalnya, dalam 100 gram sorgum terkandung 11 gram protein, sedangkan beras hanya 6,8 gram. Lalu kalsium, di sorgum 28 mg, dan di beras 6 mg. 

**

BERANGKAT dari situlah, Dedi mulai serius bertani sorgum. Dari hasil eksplorasinya bersama sang istri, sorgum tidak hanya bijinya yang menghasilkan. Dedaknya bisa untuk pupuk organik. Daun dan batangnya untuk pakan ternak. Selain itu, hasil olahan lainnya ternyata bisa untuk bahan membuat cat, lem, dan masih banyak lagi. 

Jerih payah Dedi mulai menampakkan hasil pada akhir tahun 2004. Pada sebuah pertemuan dengan Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, penganan olahan Dedi mendapat perhatian. Kusmayanto mencobanya dan langsung tertarik. Tidak hanya itu, dari Kusmayanto, penganan sorgum sampai ke Istana Negara, dan mendarat di lidah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Tak dinyana, SBY pun menyukainya. Sorgum pun didaulat sebagai bahan pangan alternatif utama pengganti beras. 

Pengalamannya dipresentasikan ke khalayak dunia pada Konferensi Ketahanan Pangan Internasional di Vietnam pada 27 November 2004 lalu. ”Sayang saat itu saya tidak bisa ikut karena ada lokakarya di Yogya. Yang mempresentasikan adalah Menristek dan Kepala Batan Dr. Soedyartomo Soentono,” ulasnya.

Dedi baru mempresentasikan sendiri saat Konferensi Sorgum Internasional di Cilegon pada 2-3 Desember 2004. Sejumlah negara tertarik, mulai dari Amerika Serikat, Jepang, Korea, India, Cina, dan masih banyak lagi.

Ia bahkan diajak bekerja sama oleh Petrokimia dan Taiwan dalam mengembangkan sorgum sebagai bahan dasar pupuk organik. ”Namun saya belum bisa menyanggupinya, karena memerlukan lahan yang luas,” tutur Dedi.

Kini ia dipercaya untuk menjalankan projek percontohan bertani sorgum oleh Jawa Barat. Untuk tahap awal, lahan seluas 425 hektare di Cijayana Pameungpeuk Garut, menjadi garapannya. Ia berharap, projek itu menjadi pintu gerbang kemakmuran para petani di dalam negeri. (EsGe/”PR”)


Kamis, 18 Desember 2008

AREN, SORGUM DAN SAPI Sinergi Pangan, Pakan dan Energi Ramah Lingkungan





AREN, SORGUM DAN SAPI
Sinergi Pangan, Pakan dan Energi Ramah Lingkungan (bagian 1)

Oleh : Dian Kusumanto

Ketahanan Pangan dan Ketahanan Energi adalah dua strategi dasar dalam upaya membangun kemandirian bangsa, martabat dan sekaligus ketahanan bangsa dari situasi global yang semakin tidak menentu. Strategi dasar kemandirian bangsa memang bertumpu pada kemandirian di bidang pangan dan energi. Karena dari situ lah seluruh aspek kehidupan ekonomi, sosial, budaya, politik, pertahanan dan keamanan yang paling mendasar itu dimulai.Krisis yang terjadi di bebagai negara akan semakin sulit dipulihkan seandainya negara yang dilanda krisis tersebut sangat tergantung dengan sumber pangan dan energi dari luar.

Bagi bangsa Indonesia ketahanan pangan dan energi adalah wajib hukumnya untuk segera diwujudkan, agar Indonesia terhindar dari pengaruh krisis global yang sewaktu-waktu akan terjadi, seperti sekarang ini.Oleh karena itu perlu dirancang skema-skema yang brilian dalam mengelola sumber daya alam Nusantara ini dalam rangka segera mencapai kemandirian pangan dan energi. Pakan dalam hal ini adalah pangan untuk hewan-hewan ternak kita. Kalau pakan tidak diperhatikan juga akan berpengaruh pada berkurangnya stok bahan pangan.

Ketergantungan terhadap sumber bahan pangan dari luar seharusnya sedikit demi sedikit dikurangi hingga suatu saat menjadi paling minimal. Karena ketergantungan dengan luar akan mengakibatkan pada berkurangnya kedaulatan, martabat serta rasa kebanggaan dan percaya diri suatu bangsa. Sangat sedih apabila bangsa yang besar seperti Indonesia ini diremehkan oleh bangsa lain. Ibu Pertiwi akan menangis, para Pendiri Bangsa ini akan bersedih, dan Anak Bangsa tidak memiliki kepercayaan lagi, bahkan untuk sekedar mempertahankan kemerdekaan asasi suatu bangsa.

Walah..... kok jadi sentimentil begitu. Lho.. itu bukan sentimentil, tetapi rasa keprihatinan yang amat sangat menyesakkan dada, karena di dalam dada ini masih subur rasa nasionalisme dan keinginan melihat bangsa Indonesia ini bangkit menjadi Negara yang disegani. Ada keinginan yang sangat besar bahwa Indonesia akan menjadi lumbung pangan dunia, menjadi lumbung energi dunia sampai akhir jaman nanti. Karena rasanya Tuhan memang menakdirkan Indonesia terletak di daerah Tropis, dimana matahari bersinar sepanjang tahun, sumber daya alam yang melimpah, manusia-manusia yang unggul budayanya, baik perangainya dan taat kepada Tuhannya.

Apa hubungannya dengan Aren, Sorgum dan Sapi?
Begini, Aren kita yakini mempunyai potensi yang luar biasa dan paling unggul sebagai komoditi penghasil sumber pangan (yaitu gula dan lain-lain) sekaligus sebagai sumber energi, industri masa depan (yaitu bioethanol dan aneka turunannya). Produktifitasnya yang sangat luar biasa itulah sehingga Aren dijadikan leading program dari salah satu skema menuju mandiri pangan dan energi kita.

Namun karena Aren memerlukan waktu pertumbuhan yang cukup lama (yaitu setelah umur 6 tahun), maka pengembangannya perlu disiasati dengan cara dikombinasikan dan diintegrasikan dengan tanaman unggul jangka pendek, yaitu Sorgum Manis (Sorghum bicolor L. Moench). Sorgum Manis merupakan salah satu alternatif yang sangat arif, karena Nira yang ada di dalam batangnya mengandung Sakarosa yang tinggi (10-14 %) setara dengan yang terdapat dalam Nira Tebu (9-17 %) dengan bobot batang 30-40 ton per hektar yang dapat dipanen pada umur sekitar 4 bulan.

Sorgum juga dapat menghasilkan biji yang mempunyai kualitas nutrisi sebanding dengan jagung dan beras, bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi sedangkan kandungan lemaknya lebih rendah. Pemanfaatan biji Sorgum menjadi berbagai produk pangan olahan merupakan salah satu upaya untuk mendukung diversifikasi pangan. Pemanfaatan Sorgum dalam bentuk tepung lebih menguntungkan karena praktis serta mudah diolah menjadi berbagai produk makanan ringan (basah dan kering), kue, roti dan mie. Nilai nutrisi Sorgum cukup memadai dengan kandungan protein 8-11 %, namun protein pembentuk glutennya tidak dapat menyamai terigu.

Namun demikian tepung Sorgum dapat mensubstitusikan terhadap tepung terigu antara 50 – 75 % untuk kue kering & kue basah, kue basah 30-50 %, Roti 20-25 % dan Mie 15-20 %. Kalau Sapi mempunyai peran dalam memanfaatkan biomasa dari daun dan batang Sorgum sebagai bahan pakan yang sangat bermutu.

Sekaligus dari peternakan Sapi akan diperoleh sumber bahan pupuk yang sangat bermutu yaitu dari tinjanya maupun dari air urin Sapi. Dengan menggunakan teknologi pembuatan yang memadai maka tinja Sapi dan air urin Sapi akan menjadi Pupuk Organik yang sangat hebat dan sekaligus menjadi Obat Pestisida Nabati yang sangat hebat. (Mudah-mudahan ada kesempatan Penulis nanti untuk memaparkan Teknologi Pembuatan Pupuk Organik dan Pestisida Nabati ini).

Dengan demikian maka kebutuhan pupuk dan obat-obatan untuk kebun Aren dan kebun Sorgum sudah bisa dicukupi dari pemanfaatan limbah ternak Sapi. Input sarana produksi dapat diminimalkan bahkan dapat dinihilkan. Inilah yang dimaksud dengan kemandirian Sistem Usaha Tani itu. Jadi sebisa-bisanya membuat sistem usaha tani itu minimal atau sama sekali tidak menggunakan input dari luar sistem. Tapi sebaliknya dari sistem usaha tani akan dihasilkan produk-produk pangan, pakan dan energi yang dibutuhkan oleh pasar dunia.

Tumpang Sari atau intercropping dari dua atau tiga jenis tanaman yaitu Aren dan Sorgum pada lahan yang sama, akan membuat produktifitas lahan meningkat, dan akan terjadi saling komplementasi, saling substitusi pada sisi-sisi kelemahan yang terjadi pada masing-masing komoditi. Kombinasinya dengan Sapi akan membuat sinergi integrasi komoditi ini lebih efisien, lebih berdaya saing dan lebih mandiri.

Kenapa demikian? Karena yang akan dihasilkan dari sistem ini nanti adalah Produk-produk yang ramah lingkungan, karena hampir tidak ada bahan-bahan kimia yang berbahaya, semua produk yang dihasilkan serba organik. Tepung Sorgumnya organik, gula Arennya juga organik, bioethanolnya juga organik, daging Sapinya organik, dan lain-lain produk yang dihasilkan dirancang menjadi produk yang akan diterima dimana saja serta mempunyai nilai lebih. Bukankah era yang akan datang ini adalah eranya produk-produk organik yang bermutu ? Karena dari makanan yang alami dengan mutu yang terjagalah kesehatan dan kualitas hidup manusia ini terjaga.Sorgum Manis ini dapat ditanam disela-sela kebun Aren yang baru dikembangkan, bahkan hingga pada saat Aren menjelang produksi nanti.

Porsi luas penanaman Sorgum pada lahan kebun Aren ditentukan oleh pemilihan jarak tanam Aren. Untuk keperluan tumpang sari dengan tanaman Sorgum ini dapat dipilih beberapa alternatif jarak tanam untuk Aren. Salah satunya menggunakan pilihan jarak tanam 5 x 10 m2, dengan beberapa berbagai pertimbangan antara lain :

• Penghematan tenaga kerja penyadapan Nira
• Memberi ruang yang cukup bagi tanaman sela bahkan hingga tanaman Aren sudah mulai berproduksi (yaitu sekitar 30-40% dari lahan).
• Memberi kemudahan bagi proses pemeliharaan tanaman, pemungutan hasil panen dan sebagainya dengan kendaraan truk.

Porsi luas penanaman Sorgum pada lahan kebun Aren dengan penggunaan pilihan jarak tanam 5 x 10 m2 atau dengan populasi 200 pohon per hektar dapat diproyeksikan sebagai berikut :

Tahun ke : --------Perkiraan Luas Vegetasi Tanaman per hektar lahan
--------------------Aren ----------------------------------Sorgum------------

0 sampai 1 --------200 x 4m2 = 800m2 ( 8%) -----------9.200 m2 (92%)
1 sampai 2 --------200 x 6m2 = 1.200m2 (12%)----- ----8.800 m2 (88%)
2 sampai 3 --------200 x 10m2 = 2.000m2 (20%) -------8.000 m2 (80%)
3 sampai 4 --------200 x 16m2 = 3.200m2 (32%) ------- 6.800 m2 (68%)
4 sampai 5 --------200 x 20m2 = 4.000m2 (40%) -------6.000 m2 (60%)
5 sampai 6 --------200 x 25m2 = 5.000m2 (50%) -------5.000 m2 (50%)
6 dst. -------------200 x 30m2 = 6.000m2 (60%) -------4.000 m2 (40%)

Untuk memenuhi suply bahan baku Pabrik BioEthanol (PBE) tentu tanaman Sorgum akan ditanam secara berjenjang, sehingga panennya dapat dilakukan berjenjang. Dengan kapasitas mesin PBE dengan nira batang sorgum 1000 liter/hari maka akan diperlukan batang Sorgum sekitar 2,5 ton/hari yang dipanen dari lahan Sorgum seluas misalnya 400 – 500 m2 atau 0,04 – 0,05 hektar per hari. (Menggunakan asumsi produksi batang sorgum 60 ton/ha/musim, dengan kandungan nira dari batang Sorgum 40% berat). Artinya setiap hari akan dipanen Sorgum seluas antara 0,04 – 0,05 hektar Sorgum yang diperas batangnya untuk dijadikan Nira Sorgum dan kemudian diolah menjadi Bioethanol.

Untuk bisa memanen Nira Sorgum 1000 liter/hari dengan umur Sorgum 110 hari berarti perlu lahan 110 hari x (0.04 -0.05) hektar/hari = (4,4 – 5,5) hektar. Sedangkan jika ingin memiliki Pabrik BioEthanol dengan kapasitas 1000 liter BE/hari, maka diperlukan Nira Sorgum sekitar 12.500 liter Nira Sorgum (Asumsi rendemen BE dari Nira Sorgum adalah 8 %). Maka lahan Sorgum yang diperlukan adalah 12,5 x (4,4 - 5,5) hektar = (55 – 68) hektar.

Kalau pemanenan Sorgum dilakukan setiap hari, berarti penanamannya juga dilakukan berjenjang. Yang dipanen bukan hanya batang Sorgum, tapi juga biji dan daunnya. Dari Pabrik BioEthanol akan ada produk samping berupa bagase atau ampas batang Sorgum. Ampas batang Sorgum ini diperkirakan sejumlah sekitar 60% dari berat batangnya setelah diambil niranya. Ampas batang Sorgum atau bagase ini sebenarnya masih bisa diolah menjadi Bioethanol, karena ia termasuk bahan-bahan Lignoselulosa, namun teknologi untuk pengolahan yang mudah dan praktis masih terus dikembangkan. Oleh karena itu dalam proyeksi kita ini ampas batang Sorgum ini akan dijadikan sebagai pakan Sapi.

Silase Sorgum untuk
Pakan SapiSapi biasanya diberi pakan berupa rumput atau hijauan makanan ternak (HMT) lainnya dan suplemen pakan untuk menambah asupan protein, mineral serta minuman probiotik bagi pencernaan Sapi.

Dari panen tanaman Sorgum diperoleh daun, dari pemerasan batang Sorgum diperoleh Bagase atau Ampas Batang Sorgum, semuanya bisa dijadikan pakan bagi Sapi. Daun dan bagase dari Sorgum ini merupakan bahan pakan yang lebih baik dari pada HMT lainnya, karena kandungan proteinnya yang lebih tinggi. Sehingga kalau diberikan ke Sapi maka memberikan pertumbuhan daging dan produktifitas daging yang lebih banyak.

Berapa keperluan pakan harian untuk Sapi? Sapi memerlukan HMT sekitar 10 % dari bobot badannya. Kalau dihitung rata-rata berat Sapi 250 kg per ekor berarti dibutuhkan pakan HMT sekitar 25 kg per ekor per hari. Dalam setiap hektar Sorgum yang dipanen akan menghasilkan daun sekitar 40 ton/hektar/musim. Kalau mengikuti asumsi di atas, kita akan memanen 0,04 – 0,05 hektar Sorgum, berarti akan memanen daun Sorgum sebanyak 40 ton/hektar x 0,04 hektar/hari = 1,6 ton/hari atau 1.600 kg/hari.

Berarti ada 64 ekor Sapi yang bisa dipelihara (1600 kg/hari : 25 kg/hari/ekor = 64 ekor), dengan 4,4 sampai 5,5 hektar. Berarti dalam setiap hitungan per hektar Sorgum dapat dipelihara Sapi sejumlah maksimal 11 - 14 ekor, kita asumsikan saja sebanyak 10 ekor Sapi. Kalau mengikuti kapasitas mesin PBE 1000 liter/hari, maka lahan Sorgum yang ditanam sekitar 55 – 68 hektar, katakanlah 50 hektar, berarti dengan asumsi 10 ekor Sapi per hektar maka ternak Sapi yang bisa dipelihara ada 500 ekor.

Jadi angka asumsi sementara dengan kapasitas PBE 1000 liter/hari, dengan sekitar 50 hektar Sorgum dan ternak Sapi sekitar 500 ekor.Sapi dalam hal ini memanfaatkan produk sampingan dari pada tanaman Sorgum berupa daun dan bagase batang Sorgum. Namun Sapi juga sekaligus akan menghasilkan bahan pangan berupa daging, menghasilkan juga bahan baku pupukdan bahan baku pestisida organik yang hebat, aneka enzime dan ZPT alami yang hebat bagi tanaman Aren dan Sorgum sekaligus.

Sinergi keterpaduan usaha antara Aren, Sorgum dan ternak Sapi ini sangat meminimalkan input sarana produksi dari luar, dengan demikian akan berperan mengefisienkan biaya-biaya produksi untuk kebun Aren dan pertanaman Sorgum. Dengan demikian produk-produk yang dihasilkan, yaitu Gula Aren, Bioethanol, dan produk turunan lainnya akan dapat berdayasaing karena sistem usahanya sangat efisien.

Senin, 15 Desember 2008

SISTEM INJEKSI MIKROBA DAN OKSIGEN (SIMO)

SISTEM INJEKSI MIKROBA DAN OKSIGEN (SIMO)
MENUJU PEMUPUKAN TANAMAN AREN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN

Oleh : Dian Kusumanto

Di hampir seluruh Pulau Kalimantan mudah ditemui lahan-lahan yang mengandung humus atau bahan organic yang tinggi sekali. Humus yang sangat tebal lapisannya dan bertumpuk-tumpuk yang kebanyakan bereaksi asam (atau pH dibawah 7) biasa disebut dengan tanah gambut. Lahan gambut ini banyak sekali terdapat di Kalimantan, bahkan banyak juga yang tertimbun dengan lapisan-lapisan tanah alluvial yang kemudian seolah menutup lapisan gambut atau humus yang tebal di bawahnya.

Humus yang tidak lain berasal dari bahan-bahan organic di kawasan hutan hujan tropic membentuk lapisan-lapisan karena terkumpul dari tahun ke tahun dari musim ke musim. Timbunan organic yang bertumpuk-tumpuk yang tidak terdekomposisi secara sempurna, tidak cukup memperoleh oksigen dalam proses dekomposisinya, maka akan menyebabkan tanah tersebut terekspose dalam keadaan yang anaerob . Keadaan yang anaerob ini menyebabkan seluruh reaksi yang terjadi di lapisan-lapisan humus yang ada jauh di bawah permukaan tanah tanpa adanya oksigen. Kalau lah air yang merembes ke lapisan bawah membawa oksigen itu pun pasti sangat minim, karena oksigennya sudah diambil oleh lapisan yang ada di atasnya.

Oleh karena itu lapisan tanah yang ada di bawah permukaan tanah semakin ke dalam semakin masam reaksinya. Microbia anaerob semakin ke dalam tanah semakin dominan, berarti semakin ke lapisan tanah yang lebih dalam semakin masam. Maka sering ditemui pohon-pohon tahunan yang gampang roboh, karena ternyata perakarannya sangat dangkal. Akar tidak mampu tumbuh dan berkembang lebih jauh ke dalam tanah karena tidak mampu menembus reaksi kemasaman dalam tanah.

Mungkin keadaan ini tidak hanya terjadi di Kalimantan tapi mungkin bisa terjadi dimana-mana. Apalagi pada saat humus atau bahan organic tertimbun, kemudian airnya tergenang seperti di rawa-rawa dalam waktu yang sangat lama, kemudian dalam perkembangan selanjutnya karena hutan habis airnya sedikit demi sedikit menurun dan akhirnya berkurang dan menjadi daratan atau dataran yang seolah dulu bukan rawa-rawa. Lapisan yang bereaksi masam yang berada di bawah permukaan tanah, sangat minim mendapat oksigen, makanya sangat dominan microbia anaerob.

Karena sebagian besar keadaan tanah perkebunan seperti itu sejarah terbentuknya, maka penulis berfikir untuk menerapkan konsep microbial & oxygen injection system. Yaitu system pemupukan dan perlakuan untuk kesuburan tanah dengan cara injeksi terutama untuk lapisan tanah yang ada di bawah permukaan, yang biasanya kekurangan oksigen dan situasi microbianya terlalu homogen, yaitu terjadi dominansi mikrobia anaerob. Injeksi mikroba dan oksigen ini dilakukan agar kesuburan tanah secara kimia, fisika dan biologi juga terjadi pada lapisan tanah yang lebih dalam. SIMO diterapkan juga agar perakaran tanaman dapat tumbuh berkembang, dapat mengakses unsure hara yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembangnya akar tanaman sehingga tanaman bisa tumbuh dan berkembang secara normal.

Keadaan microbial yang heterogen di dalam tanah akan menyebabkan reaksi yang netral dalam tanah. Terjadi keseimbangan populasi antara microbial anaerob dan microbial aerob. Keadaan demikian akan menggairahkan akar tumbuh dan berkembang, dekomposisi bahan-bahan organic terjadi secara sempurna sehingga akan membentuk unsur-unsur hara yang langsung bisa diserap oleh tanaman lewat akarnya.

Makanya kalau pada pola pertanian tanaman pangan semusim dikenal beberapa pengertian seperti lapisan tanah olah atau top soil, yang biasanya tidak lebih dari 30 cm dari permukaan tanah. Kenapa itu terjadi? Tanah yang subur itu seolah hanya yang ada di lapisan teratas saja. Apakah tanah yang ada di lapisan bawah bisa menjadi tanah yang subur? Ini menjadi masalah yang akan dijawab dengan menerapkan system diatas.

Tujuan dari system injeksi mikroba dan oksigen (system IMO) untuk tanah adalah sebagai berikut :

1. Memasukkan oksigen pada lapisan tanah yang lebih dalam

2. Terjadinya keseimbangan kehidupan microbia tanah antara yang anaerob dan aerob

3. Reaksi tanah yang netral terjadi pada lapisan tanah yang lebih dalam

4. Ketersediaan unsure hara tanah siap diserap tanaman dalam jumlah yang lebih banyak

5. Perkembangan akar lebih dalam dan lebih banyak

6. Perlakuan pemupukan lebih efektif dan efisien.


Salah satu pola yang dapat dilakukan dalam system (IMO) adalah melakukan pengeboran di sekitar tanaman. Pengeboran dapat dilakukan minimal 2 titik, semakin bayak semakin baik, namun yang optimal dan dianjurkan adalah 4 titik pengeboran . Jarak pengeboran tanah dengan tanaman disesuaikan dengan proyeksi perkembangan perakaran atau pola tanam yang diterapkan. Artinya bisa saja pengeboran dilakukan secara permanen pada titik yang ditentukan menyesuaikan jarak tanam yang diterapkan.

Untuk kebun Aren yang menerapkan jarak tanam 5 x 10 m2 (populasi 200 pohon per hektar), maka dapat dipakai alternative penerapan titik-titik pengeboran SIMO dengan jarak 2,5 meter dari tanaman Aren satu sama lainnya. Jadi pengeboran tanah berada di antara tengah tengah tanaman Aren. Adapun jarak anatar titik bor terdekat juga dipilih 2,5 m. Kalau digambar adalah sebagai berikut :

Adapun kedalaman dan besarnya lubang pengeboran disesuaikan dengan peralatan yang ada dan disesuaikan dengan kebutuhan tanaman selaras dengan usia dan perkembangan perakaran tanaman Aren serta sejauh mana pengeboran SIMO ini akan efektif dan efisien dalam pertanaman. Beberapa pilihan yang dianjurkan untuk diameter pengeboran adalah 3 inchi, 5 inchi atau 8 inchi, sedang kedalaman pengeboran bisa dipilih 1 meter, 1,5 meter, 2 meter sampai 4 meter. Sebenarnya semakin lebar diameter pengeboran semakin bagus untuk lebih memungkinnya injeksi oksigen dan microba efektif mempengaruhi perubahan kimia biologis dan fisika tanah. Demikian juga kedalaman pengeboran akan lebih baik kalau semakin dalam, namun perlu dihitung tingkat efisiensi pengeboran ini.

Tingkat efektifitas dan efisiensi pengeboran dihitung dengan beberapa pertimbangan antara lain :
1. Ketersediaan peralatan pengeboran
2. Keadaan tanah (sebaiknya ada hasil analisa tanah, perlapisan tanah, tekstur, dll.)
3. Perkembangan tanaman.
4. Keamanan bagi pekerja yang sehari-hari berada di kebun Aren
5. Biaya yang tersedia untuk penerapan pengeboran SIMO.
6. Dll.

Apakah SIMO ini bisa diterapkan untuk tanaman perkebunan atau tanaman tahunan lainnya? Sebenarnya SIMO ini memang berlaku secara umum, karena problem tidak berkembangnya perakaran dari tanaman yang disebabkan oleh keadaan tanah lapisan dalam yang tidak kondosif juga dialami oleh semua tanaman yang berakar dalam. SIMO adalah cara baru yang diperkenalkan oleh penulis di Nunukan pada tanaman-tanaman perkebunan, khususnya Aren. Jadi SIMO ini memang digagas dan diterapkan oleh penulis dan dianjurkan kepada para petani binaannya di Nunukan Kaltim.
Lebih jauh tentang SIMO, insyaAllah pada tulisan yang akan datang.